Wednesday, October 17, 2007

Antara Bahasa, English dan Boso Jowo

Kebetulan keluarga kecil kami diberi rezeki untuk sedikit menambah pengalaman di negeri yang kata orang di kampungku "negoro londo", bukan Australia dimana saat ini kami menjejakkan kaki. Permasalahan yang muncul namun tidak begitu kami sadari selama tinggal disini adalah pemakaian bahasa sehari-hari yang kurang begitu konsisten.

Pada saat awal-awal disini, kami sering menggunakan English selama berdiskusi mengenai topik yang kami tidak ingin putri kecil kami ikut mengetahuinya. Biasanya ini menyangkut debat mengenai perbedaan pola didik yang sebaiknya diterapkan pada perkembangan si kecil, atau memang masalah lain yang dia belum waktunya ikut mendengar:) eg. Gak lucu khan kalau aku lagi nasehatin dia supaya lebih disiplin, eh suami malah menimpali bahwa anak kecil jangan diperlakukan seperti itu karena bla..bla..bla... Yang ada si kecil malah jadi kegeeran khan, dan bisa jadi makin menjadi-jadi. Nah, dalam kondisi inilah biasanya kami sepakat untuk menggunakan strategy "bahasa sandi", yang dalam hal ini English itulah.. Pemakaian bahasa sandi ini juga bukan berarti kami tidak ingin mengajak dia berdiskusi. Kami berdiskusi setiap hari dengan topik bahasan yang biasa dia ajukan.. Sekali lagi, ini hanya untuk topik yang memang belum menjadi atau bukan konsumsi dia.

Seiring dengan perkembangan waktu, si kecil justru lebih menguasai English daripada kami berdua. Perkembangan vocabulariesnya luar biasa. Hingga pada suatu point of time dimana dia memilih untuk speak english actively rather than Bahasa. Tapi tentu saja dia masih menguasai Bahasa meskipun secara Pasive. Akhirnya kamipun sepakat untuk putus hubungan dengan English selama di rumah dan memilih untuk menggunakan Boso Jowo sebagai bahasa sandi, yang tentu saja kurang begitu dia fahami. Untuk sementara permasalahan dapat teratasi.

Waktu kembali berjalan. Mungkin dari seringnya dia mendengar percakapan kami, tanpa diduga, si kecil mulai menguasai Boso Jowo secara passive. Hal ini ditandai dengan tanggapan2 yang dia lontarkan pada saat kami berdiskusi, meskipun tentu saja dengan Englishnya yang makin lama makin paten. Tapi, mengingat tanggapan2 dia cukup mengena, kami mulai merasa bahwa Boso Jowo sudah tidak efektif lagi untuk menjadi bahasa sandi.. Permasalahannya adalah, kami tidak menguasai bahasa lain selain ketiga bahasa tersebut di atas.. Otakpun diputar dan akhirnya suami mengusulkan untuk memakai Boso Jowo Kromo Halus alih-alih Boso Jowo biasa. Tapi karena aku dan suami kurang begitu menguasainya, diskusi kami jadi salah kaprah..malah kadang gak nyambung..ha..ha..

Besar kemungkinan dimana orangtua, sesepuh atau kerabat keraton yang saat ini masih aktif menggunakan Kromo Halus mendengar percapakapan kami, mereka bahkan tidak akan tau bahwa kami sedang berusaha memakai bahasa mereka...duhh...

3 comments:

Dini said...

Bhua ha ha ha...! Mbak, Ninot makin pinter ya! :P

Anonymous said...

Buah apel jatuhnya tidak jauh dari pohonnya...

Emang dasarnya gen DNA Ninot berasal dari 2 manusia yang luar biasa... menurunlah kepintaran orang tua ke anaknya...

conggratulation..!

Patrisius Djiwandono said...

sebenarnya wajar aja dan normal aja seorang anak memperoleh bahasa secara pasif lewat pajanan gencar dari kedua ortunya. Nothing special.
Ya, pakai bahasa tubuh aja untuk ngerasani si kecil :)