Tuesday, January 09, 2007

Sore itu...

Suatu senja di ujung eastern suburb di kota Adelaide. Tanpa arah, kami keluar hanya sekedar untuk mengisi kantong bahan bakar mobil kecil kami yang sederhana. Perjalanan tanpa rencana yang membawa begitu banyak kejutan. Sungguh, kejutan indah yang kami simpan dalam kamar istimewa di masing-masing sanubari kami.

Hari itu sungguh panas. Menjelang sore, mendadak awan tebal melingkupi langit. Gelap, tak tertembus semburat mentari. Hendak kami batalkan perjalanan itu, tapi apa daya, jarum penunjuk bahan bakar mobil kami sudah berada pada batas minimum. Padahal pekerjaan suami yang berjarak lebih dari 30km dimulai pagi-pagi sekali. Hanya ada dua pilihan: sekarang atau tidak bekerja sama sekali. Akhirnya kami pun menyerah pada pilihan pertama.

Membuka pintu. Tidak ada peristiwa yang berarti sampai terdengar tetesan keras air hujan yang jatuh menimpa atap rumah. Begitu keras, hingga si kecil pun tertarik untuk melihat ke atas, ke angkasa yang menjatuhkan bulir-bulir air hujan. "Bukan...bukan air Ma... ini es..." teriaknya keras sekali. Akupun terkejut. Hilir mudik dia sibuk mengumpulkan butiran-butiran es sebesar kelereng itu. Jeritannya sungguh nyaring terdengar. Matanya terlihat begitu bulat dan berbinar-binar. Tak lama kemudian, mulutnya pun penuh dengan beberapa butir es yang dimasukkan dengan tergesa, karena tangan mungilnya kembali sibuk mengumpulkan butiran es.

Masuk ke dalam mobil. Si kecil terlihat begitu antusias menceritakan kembali pengalaman pertamanya kepada papanya. Tangannya disodorkan untuk menunjukkan bukti berupa es yang berhasil ditangkapnya. Bukti yang sayangnya gagal karena butiran es tersebut telah luruh dalam hangatnya genggaman tangan. Dan kami pun tertawa bersama karenanya.

Dalam perjalanan pulang, dengan tangki bensin yang terisi penuh kembali. Si kecil mulai terdiam seiring mencairnya es di tangan. Kuputar lagu-lagu lembut yang dibawakan oleh DK (maaf, initial ini benar-benar tidak terbalik. Memang benar Didi Kempot menjadi penyanyi dengan lagu yang paling sering kami dengarkan:). Terlihat hujan mulai jarang. Sengaja kami mengambil jalan berputar ke arah ujung jalan The Parade. Dan keajaiban kedua pun terjadi. Kami menemukan sebuah bukit kecil yang darinya kami bisa melihat seluruh kota Adelaide. Sinar mentari senja tampak kembali menyemburatkan sinar setelah hujan perlahan berhenti. Dan... amboi... lengkung pelangi yang begitu sempurna terlihat membingkai bukit kecil itu. Subhanallah... hanya kalimat itu yang dapat terucap dari mulut kami. Sungguh, kami begitu terpesona.

Warna pelangi yang perlahan memudar memaksa kami untuk segera pulang. Kewajiban lain telah menanti, memanjatkan syukur kepada "Sang Pencipta Bukit dan Pelangi". Kami pulang dengan mulut terkunci, namun kepala sibuk memetakan kembali keindahan yang tanpa sengaja kami temukan. Keindahan yang begitu mengejutkan, kejutan yang begitu indah ... sore itu....